Sabtu, 13 November 2010

Kompleksitas DKI Jakarta

Saya sebagai warga Jakarta melihat Ibukota negara ini cukup memprihatinkan. Jakarta yang seharusnya menajdi Ibukota yang bersih telah menjadi sebuah rumah yang tak bertuan. Polusi udara, kemacetan dan kesejahteraan sosial masyarakat yang minim adalah salah satu gambaran buruk kota Jakarta.
Asap kendaraan umum dan asap kendaraan pribadi adalah salah satu faktor penyebab polusi udara. Padahal ada sebuah peraturan yang mengharuskan setiap kendaraan melakukan uji emisi dengan tujuan untuk mengurangi polusi udara. Akan tetapi, peraturan itu hanya sebagai wacana kosong saja. Ditambah, Jakarta juga minim dengan taman kota. Padahal setiap wilayah suatu daerah harus mempunyai lahan 30% untuk taman kota sebagai paru-paru kota tetapi apa yang saya dengar dari salah satu siaran radio bahwa Jakarta hanya memiliki 3% lahan untuk taman kota. Setiap ada lahan yang kosong dijadikan sebuah gedung yang berupa apartemen ataupun perkantoran.
Kemacetan adalah salah satu pelanggan tetap yang sudah berlangsung lama. Tidak adanya peraturan dan sanksi yang keras dari pemerintah tentang kepemilikan kendaraan pribadi menyebabkan setiap kepala keluarga mempunyai lebih 2 mobil. Selain itu, penyebab kemacetan adalah ketidaksiplinan para pengemusi kendaraan pribadi ataupun umum. Bis, angkot atau mikrolet sering berhenti untuk menaikkan atau menurunkan penumpang dijalanan. Begitu juga dengan kendaraan pribadi, banyak dari mereka yang tidak menaati peraturan lalu-lintas seperti parkir atau berhenti secara sembarangan.
Yang menajdi langganan berikutnya untuk kota Jakarta adalah masalah banjir. Ini juga disebabkan ketidaksiplinan masyarakat karena banyak orang yang membuang sampah sembarangan khususnya warga-warga yang tinggal di bantaran kali ciliwung. Seharusnya Pemerintah Daerah DKI Jakarta menggusur wilayah tersebut dengan ada sebagai penggantinya seperti rumah susun. Tetapi Pemerintah Daerah DKI Jakarta tidak mempunyai sebuah perencanaan seperti itu.
Sebagai Ibukota Negara, bukan berarti Jakarta bebas dari kemiskinan. Seperti contoh bahwa masih banyak dari warga Jakarta yang masih tinggal di bantaran kali ciliwung, kolong jembatan, stasiun-stasiun kereta api. Mereka yang masih beruntung, tinggal di pemukiman padat penduduk meskipun tempat tinggalnya masih dibilang layak daripada yang tinggal di kolong jembatan tetapi tempat ini juga rawan dengan kebakaran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar